catatan akhir tahun



pekerjaan gue banyak berkaitan erat dengan hal lelang melelang, bidding membidding, tunjuk menunjuk pihak ketiga. system di setiap organisasi pada intinya menekankan perlunya pelelangan agar mendapatkan hasil pekerjaan terbaik dengan biaya semurah murahnya. namun pada prakteknya ada saja organisasi yang malah mendapatkan hasil pekerjaan ter-asal dengan biaya semahal-mahalnya.

prosedur lelang memang dibuat sedemikian rupa agar fair bagi kedua belah pihak, atau setidaknya terlihat fair bagi yang melihatnya. namun kita perlu mengingat satu hal tentang lelang ini: prosedur pelelangan itu memakan waktu. ya! ribet dan bertele tele. sementara para audience menuntut aliran scene berjalan secara flawless. membuat kita semua menjadi gregetan. lalu kesalahan kesalahan diungkit ungkit, diundat undat. padahal sebenernya solusinya gampang loh, kalo misalnya buru buru.. ya tunjuk aja langsung, kasih brief, mulai kerja. beres toh?

menghitung nilai proyek adalah permasalahan berikutnya yang membuat cenut cenut baik buat client maupun vendor. salah itu sedikit aja bisa bahaya, principal bisa dirugikan karena konsep konsep yang sudah direncanakan tidak berjalan sebagaimana mestinya, buat vendor lebih berbahaya lagi.. bisa garuk garuk pala menghitung kerugian. adalah wajar kalau nilai proyek yang diestimasi tidak sama dengan actual harga yang dibayarkan. banyak variabel yang terlibat disini, jangka waktu, harga supplier yang berubah ubah, dan lain sebagainya.

ketika gue masih mengabdi sama sebuah bumn raksasa beberapa waktu silam, adalah hal biasa untuk me-mark up nilai proyek demi menutup kerugian karena jangka waktu pembayaran yang luar biasa panjang. dan sebuah hal biasa juga untuk 'menghemat' sekian persen dari nilai proyek untuk dialokasikan sebagai upeti pada pemberi proyek. hal yang terakhir ini masih sering terjadi, namun berapa prosentasenya engga ada yang tau. soalnya ini tergantung sama subjektifitas sih. buat mereka yang engga kecipratan akan bilang antara 10-20%, tapi mereka yang dapet transferan akan bilang cuman 2 persen aja.

hubungan antara client vendor terasa sangat dingin. cenderung seperti hubungan antara majikan dengan pembantu. ehm, ngkalo gue sih ga bole terlalu hangat sama pembantu ya, nanti dijelesin bini. eniwei, vendor vendor di tempat gue dulu kayak dianggep warga negara kelas dua gitu. yang bisa disuruh suruh. tapi ada juga vendor 'mainannya' pak general manager. kalo yang model beginian dia bisa petentang petenteng macam kantor itu punyanya sendiri. mungkin yang membedakan antara vendor kelas satu dengan vendor kelas dua itu dalam hal setorannya kali ya?

di tempat gue disini, engga akan ada hal hal yang kayak gitu. auditor sini lebih galak daripada anggota KPK. apapun yang diperoleh dari pihak ketiga harus dilaporkan, kalo tidak bisa berbahaya. pernah ada yang dipecat malem malem dengan cara cuman dikirimin sms pemecatan, besokannya ngga bisa melangkahkan kaki ke kantor, barang barang dikirimkan ke rumah. gara-gara masalah vendor ini. seram lah! saking seramnya kalo udah saatnya lebaran atau taun baruan gitu, kita rame rame melaporkan kiriman parcel ke direktorat audit diatas sana. biar selamet.

si vendor sendiri engga kalah terintimidasi. sebulan sekali dia harus diaudit, biar ngga didelete dari list approved vendor. untuk klasifikasi vendor khusus, setiap sekian bulan sekali harus diaudit langsung sama direktorat diatas sana dan hasilnya sangat menentukan apakah dia bertahan di approved vendor atau harus say goodbye sama kita. selama disini, udah ada 3 vendor yang diblacklist engga bisa lagi berhubungan dengan kita. ehm, 2 diantaranya under my project gitu...

well, integritas memang mahal harganya, dan organisasi ini bersedia untuk mengorbankan apapun yang dimiliki demi sebuah integritas kolektif yang dianut oleh seluruh karyawan. baik secara vertikal ataupun horizontal. baik ke para tetangga maupun ke bos atau anak buah.

tapi enaknya, hubungan antara client-vendor disini relatif setara. emang sih, responsibility beda beda, tapi karena kita sama sama mendapat ancaman regulasi sana sini, jadi kita sama sama menahan deg degan dalam menanggung dosa. mo gimana gimana pasti kita berbuat dosa lah, wong policy disini gak dibikin lurus gitu, kudu mentok sana mentok sini. hehe. lama lama kita jadi kayak sodara, cari cari cara gimana engga dimarahin. otak kudu kreatif disini. bukan untuk nyolong ya, tapi menghindari kejeblos got bareng bareng. hasil kerja kudu keliatan brilian, dengan meminimalisir kesalahan kesalahan yang terjadi. bahasa kerennya "akal-akalan montir".

persis kayak gue ama adek gue dulu memutar otak demi mendapat kesempatan bermain di lapangan bola tanpa dimarahin karena engga bikin pe er :)

dengan meningkatnya aktifitas KPK di negeri ini, gue percaya.. dalam 10 tahun lagi kondisi per-vendor-an di indonesia akan mendekati apa yang terjadi di kantor ini. maka, gue menyerukan kepada para vendor di tanah air: mulailah bersaudara dengan para client anda. hentikanlah suap menyuap, penggelapan, mark-up yang membabi buta, setoran yang gak karuan ke client anda. sebaliknya, mulailah kreatif agar anda tetap dapan mengambil untung besar, tanpa melanggar peraturan dan perundang undangan yang berlaku. ingat! nyawa klien anda terletak di tangan anda.

Wassalam



ps: gambar si dilbert diambil dari
sini :)

Comments

Popular posts from this blog

review toyota altis vs honda city

komparasi boeing 737-900ER vs 737-800NG

tentang media