Desperate Housewifes

Sebuah agency pada saat presentasinya ke tim gue, menyandangkan satu kategori pasar yang baru di Jakarta ini; the Desperate Housewifes, terinspirasi dari serial televisi lansiran ABC network. mereka punya buying power yang luar biasa. well, at least dibanding dengan para working daddies. hohoho... terus terang kami masih working on the psychographic study di kategori ini, tapi kayak gimana sih orang orang yang termasuk di group baru ini?

Seorang teman, sebut saja namanya Vega (30th) datang ke saya menceritakan how miserable her life is at the moment. Vega yang dahulu saya kenal, adalah seorang wanita muda mandiri; a rising star. terlalu serius bagi saya sehingga luput dari daftar 'layak digebet' hehe, dia itu type-type wanita yang self-determined bangets. setiap akhir tahun kerjaannya adalah mereview apa yang telah dicapainya tahun ini dan merencanakan objective2 untuk setahun hingga lima tahun kedepan. kalo minggu malam orang-orang lain mencari hiburan, dia menggunakan waktu untuk menyiapkan pakaian yang akan digunakan enam hari kedepan, lengkap dengan tas dan sepatunya.

hasil dari ke-well organised hidupnya, Vega membutuhkan waktu hanya empat tahun untuk mendapatkan gelar sarjana dan tambahan setahun untuk mencapai titel master. beragam industri telah dimasukinya. berangkat dari MT di Danamon hingga Astra group mudah saja dilaluinya. terakhir saya ketemu vega, adalah lima tahun yang lalu di surabaya. sebagai tangan kanan branch managernya citibank, mengelola sekitar seratus team sales handal. semua anak buahnya yang saya ajak ngobrol, menceritakan bahwa Vega adalah boss yang baik, tangan besi tapi hatinya hangat. serving her serasa berada di sebuah kapal cepat. karir mereka para anak buah-pun ikut ikutan cepat menanjak bersama Vega.

ketika bertemu beberapa hari yang lalu, Vega jalan jalan di sebuah mall dengan seorang suster dan seorang cewek kecil bersamanya. Ternyata dia telah melepaskan karirnya karena tidak tega melihat anaknya tumbuh berkembang tanpa perhatian orang tua.

Dulu, waktu gue masih bekerja di sebuah perusahaan negara, banyak temen gue para suami-suami yang meminta dengan hormat, agar istri-istri mereka berhenti bekerja segera setelah anaknya lahir. Saya tidak habis pikir, kenapa demikian. bukannya jauh lebih enak kalau para suami-suami itu yang berhenti bekerja ? tinggal ngurus anak aja ngga perlu repot repot bangun pagi kan? kini, para istri itu tanpa diminta pun sudah berhenti dan mengurus anak. entah bagaimana caranya... seakan akan mereka mengerti sekali kemampuan suaminya dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Inti dari posting saya ini, adalah how life was changed setelah mempunyai anak. Vega, I have to admit, terlihat jauh lebih segar saat ini. bahagia kah? belum tentu. senyumnya tidak se-renyah dulu. hidupnya kini amburadul, at least menurut claimnya. mengurus anak adalah pekerjaan yang berat. apalagi berubah dari dual income menjadi single income. duit tidak lagi melimpah seperti dulu, walaupun saya liat tasnya masih pake bottega veneta. suaminya jadi mulai menggila, seakan belum lengkap istri yang duduk manis dirumah, harus ada perempuan binal yang bisa dikunjungi setiap saat. dan yang paling menyedihkan adalah, kemampuan otaknya menumpul. pernah mencoba untuk kembali bekerja, tapi citibank berpendapat lain, kompetensinya telah diragukan. dan perusahaan-perusahaan lain pun seakan ikut meng-iya-kan.

Nah, sekarang bila anda adalah seorang wanita yang belum punya anak, berikut tips-tips menarik yang mungkin anda butuhkan saat ini:
1. lihat kembali karir anda. apakah organisasi tempat anda bekerja memiliki panutan 'equal opportunity'? kalo ditempat saya, prinsip ini dijunjung tinggi. seorang housewife disama-ratakan dengan adik-adik fresh graduate dan om-om separuh baya. organisasi macam ini sangat toleran dengan anak yang panas dan suster yang minta pulang.
2. jadilah profesional. mami gue termasuk istri yang beruntung menjadi seorang profesional dan dengan empat anak bisa bekerja hingga usianya yang ke 67. jauh lebih lama dari papi yang harus pensiun di usia 60. pekerjaan profesional memudahkan anda untuk mengatur waktu antara anak dan suami yang sama manjanya.
3. bekerjalah dirumah. banyak sekali pilihan pekerjaan yang saat ini bisa dikerjakan dari rumah, thanks to SOHO technology. dari mulai freelance puslabfor polri, jadi penulis, jadi translater/copywriter, jadi background checker, bahkan paralegal juga saat ini bisa dikerjain di rumah. bekerja dirumah sangat efisien apabila suatu saat anda harus mengantarkan anak ke rumah sakit. jadi ngga perlu menjemputnya kerumah dulu gitu loh maksudnya.
4. asah enterpreneurship anda. karena suatu saat mungkin dibutuhkan. siapa tau nanti tiba-tiba dapet hadiah gebyar bca, atau warisan dari mertua. tapi jangan nekat berbisnis apabila tidak punya modal financial yang kuat yaa...
5. cari suami kaya. kalau anda belum memutuskan untuk menikah, pertimbangkan lagi status financial-nya. memang benar kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang. tapi tanpa uang sudah pasti tidak bahagia hohoho.. kalau perlu, sewalah seorang akuntan publik, agar anda yakin dengan kemampuan financial calon suami dan calon mertua anda.
6. be independent. menurut saya, miserable akan datang ketika anda mulai tidak mandiri. jangan pernah kehilangan kemandirian anda. pada umumnya sih, suami suami itu males macem macem kalo istrinya independent. dan mulai macem macem kalo digelayuti istrinya. tidak bisa meng-generalisir sih, tapi banyakan begitu.
7. be positive. bukan apa-apa, kalo jadi negative thinker terus, kasian orang-orang yang berada di sekitar anda. apalagi mulai menyalahkan keberadaan anak atas keruntuhan hidup anda. aduh, amit-amit jabang bayi..


ps: gambaran lain tentang life after labour, ada di tulisannya non Miund.

Comments

Popular posts from this blog

review toyota altis vs honda city

komparasi boeing 737-900ER vs 737-800NG

tentang media