Selama tahun-tahun berikutnya, aku melewatkan masa masa SMA di salah satu sudut blok-m, jakarta selatan. apa yang telah lama kutinggalkan kini ada dihadapan mata. isi hidup masih diseputaran toko kaset, bioskop dan televisi. aquarius, blok-m plaza dan RCTI rasanya sudah tidak lagi ada di angan-angan. namun belum ada yang setanding dengan si bidadari dalam benak-ku.
Time flies, aku diterima di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta Selatan (bukan selatan jakarta lho ya? jangan salah, hehehe...). universitas baru, teman baru. kelakuan musti baru donk! ya, aku mulai nongkrong di malam hari, di depan ex-sekolah tercinta, dan merokok. sesuatu yang hingga kini tidak pernah kusesali, namun juga bukan sesuatu yang patut dibanggakan. cerita tentang negeri di awan hanya tinggal sekelumit cerita. aku sibuk mengejar impian. mimpi untuk bertemu bidadari lagi. masak, delapan juta penduduk jakarta, ngga ada satupun bidadari yang layak kukejar sih?
Ternyata memang ngga ada, ada sih satu (calon) bidadari yang membuat GPA gue menembus 3.3, tapi ngga ada angin ga ada ujan dia pindah universitas. bergabung dengan mahasiswa-mahasiswa yang mampu menembus UMPTN. sedihnya. aku bukan orang yang tidak mampu masuk perguruan tinggi negeri. tapi waktu itu aku sama sekali ngga tau apa sih bagusnya masuk PTN. (halah, alesan... hahaha) waktu itu aku liat anak-anak kampus swasta tu lebih asik asik daripada kampus negri. sungguh suatu analysis yang bodoh...
Suatu hari, sebuah kabar baik datang. aku lupa lewat media apa kabar itu datang, yang pasti bukan kompas atau poskota. the bidadari has been living in this town, ladies and gentlemen! membuat hati berbunga bunga. si bidadari ternyata diterima di sebuah universitas di jakarta. coba bayangkan, kami tinggal satu kota lagi ! hooray... duh sayang ya, engga bisa satu kampus. padahal dulu aku udah apply di kampus itu. dan dimulailah kunjungan kunjungan tak resmi ke kampus itu. kampus itu lebih familiar dibanding kampusku sendiri, secara kedua saudaraku kuliah disana. dulu tiap libur sekolah aku main disitu.
Waktu itu, aku dekat lagi dengan bidadari yang hilang. ahai. senangnya. semakin aku senang semakin turun GPA studiku. biarlah, mungkin masih bisa dikejar di lain hari. lama lama aku sadar, jadi hampir setiap hari aku main ke kosannya. namun tak sedetikpun aku berani menyatakan perasaan hati ini. seperti biasa logika yang melarangku, aku tak keberatan. toh aku sudah tahu jawabannya...
Seperti seorang idiot, dulu aku kemana mana membawa diary. dan ini adalah tips kepada kalian wahai kaum muda. diary adalah diary, dia bukan telepon genggam atau kondom. jangan sekali kali dibawa kemana mana. apalagi dibawa ke rumah gebetan. BERBAHAYA. cukup ditaruh di blog seperti ini, atau sembunyikanlah dibawah bantal. si bidadari menemukan diary-ku secara tidak sengaja. catatan-catatan kecil dari mulai spend bensin, duit nonton, sampai dengan tulisan tentang perasaanku padanya. si bidadari tidak berkata banyak, ia hanya menulis catatan kecil, di diary itu. dan memintaku membukanya setelah sampai rumah. catatan yang membuatku berhenti menulis, ever-since.
Sebuah catatan kecil, dengan bahasa yang amat sangat polite, cenderung berhati-hati. menyimpulkan hubungan yang tidak mungkin berjalan. sebuah rejection, singkatnya. kali ini logika-nya yang menjelaskan padaku. jauh lebih soft daripada logika-ku sendiri. kami memang berbeda. si bidadari, dengan nature-nya sebagai bidadari, adalah utusan dari surga. a devoted christian angel yang benar benar beriman. sedangkan aku? half moslem half a beast gini. nah, daripada dipaksakan untuk hancur dikemudian hari, better not to try. jelasnya.
Terasa lembut pada awalnya memang, perlahan menjadi pedas, asam, perih, memar dan membeku. rasa yang aneh. aku menatap sekeliling, mencari sedikit pertolongan. seorang teman. mataku menangkap si logika yang berdiri diujung sana. dia tak bergerak sedikitpun, hanya tersenyum tanpa arti. aku tak berdaya. aku tak bisa bernafas. aku berontak.
Aku merobek dadaku, menggenggam jantungku dan kucabut dari tempatnya. aku tawarkan jantung ini kepada orang pertama yang dapat menyembuhkannya. dan disanalah berdiri istriku, terpana melihat orang gila membawa jantungnya sendiri. diambilnya mainan baru itu dengan mata yang berbinar binar. dan berlalu.
Comments
Post a Comment