the point of no return
I used to be a sceptical person terhadap pertandingan olahraga, apalagi kalau yang main adalah atlet-atlet dari Indonesia. padahal banyak loh sebenernya prestasi team Indonesia di pertandingan olahraga international. cuman ya, masih aja gitu gue pandang sebelah mata. abisan banyakan nggemesinnya daripada prestasinya. buat sebagian orang, sport competition adalah hal yang menggemaskan, dan mencandu. tapi buat gue, banyak hal hal lain yang perlu diperhatiin daripada nonton kompetisi beginian.
semenjak terlibat dengan beberapa event olahraga, baik kelas erte-erwe sampe dengan world class sporting event belakangan ini, gue jadi lebih menghargai jiwa kompetisi teman teman atlet kita, yang sudah berjuang kepayahan, dan kalah pula. phisically, ras kita memang tidak sebanding dengan ras ras lain didunia. toh mereka tetap harus berjuang, berharap menang, sampai titik darah penghabisan. ditengah lautan scepticism jutaan orang termasuk gue ini, mereka harus tetap membanting tulang. tanpa imbalan masa depan yang jelas. teringat di suatu rapat dengan badan negara yang mengurusi olahraga tanah air, terlihat seorang mantan atlet nasional -yang menepis 2 milyar rupiah dari broker judi untuk mengalah tahun 1987- mengurusi surat undangan, notulen rapat, dan beliin nasi kotak untuk kita para undangan.
pesimisme jugalah yang membuat gue engga betah nonton pertandingan olahraga, apalagi yang main orang indonesia. gue berenti nonton piala thomas dan uber sudah belasan tahun yang lalu, karena setiap gue nonton pasti tim indonesia kalah. tapi kalo gue ngga nonton, pasti tim indonesia menang. waktu piala asia indonesia vs bahrain di putaran pertama, gue terjebak macet di semanggi dan gak sempet nonton langsung. dan indonesia menang aja dong. eh seterusnya giliran gue nonton sampe putaran terakhir: kalah melulu. persis seperti kemaren gue nonton piala thomas waktu kita dibantai 3-0 sama korea.
scepticism yang lebih berat berlaku buat gue untuk menerima sebuah teori dasar tentang berciuman. hah?. iya ciuman, seperti tertulis disini ciuman dibibir adalah ciuman cinta. seperti saat Linguini mencium rekan kerjanya di film Ratatouille. cinta timbul disitu. nyata. mungkin hanya satu satunya jalan dimana manusia dapat merasakan cinta itu nyata. kayak di film 27 dresses dimana ada adegan ketika Jane finally mencium George, pria idamannya. dan baru ketawan kalo tidak ada cinta diantara mereka.
but love is a love. the path is too deep, kalo kata komputer gue. artinya, it is a basic feeling that a human being can feel. no fancy words, no fancy moment. when you feel it, you can actually feel it. seperti kupu-kupu. terbang didalam perut. you can either being sceptical or denial. your call.
Oh Lord, I'm in trouble.. aduh, gue ngomong apa sih. bundet. kenapa bisa jadi gini sih? *sigh*
p.s: Sayang, aku ngga tahan... akhirnya aku nonton juga yang Uber, dan kalah. ihik...
semenjak terlibat dengan beberapa event olahraga, baik kelas erte-erwe sampe dengan world class sporting event belakangan ini, gue jadi lebih menghargai jiwa kompetisi teman teman atlet kita, yang sudah berjuang kepayahan, dan kalah pula. phisically, ras kita memang tidak sebanding dengan ras ras lain didunia. toh mereka tetap harus berjuang, berharap menang, sampai titik darah penghabisan. ditengah lautan scepticism jutaan orang termasuk gue ini, mereka harus tetap membanting tulang. tanpa imbalan masa depan yang jelas. teringat di suatu rapat dengan badan negara yang mengurusi olahraga tanah air, terlihat seorang mantan atlet nasional -yang menepis 2 milyar rupiah dari broker judi untuk mengalah tahun 1987- mengurusi surat undangan, notulen rapat, dan beliin nasi kotak untuk kita para undangan.
pesimisme jugalah yang membuat gue engga betah nonton pertandingan olahraga, apalagi yang main orang indonesia. gue berenti nonton piala thomas dan uber sudah belasan tahun yang lalu, karena setiap gue nonton pasti tim indonesia kalah. tapi kalo gue ngga nonton, pasti tim indonesia menang. waktu piala asia indonesia vs bahrain di putaran pertama, gue terjebak macet di semanggi dan gak sempet nonton langsung. dan indonesia menang aja dong. eh seterusnya giliran gue nonton sampe putaran terakhir: kalah melulu. persis seperti kemaren gue nonton piala thomas waktu kita dibantai 3-0 sama korea.
scepticism yang lebih berat berlaku buat gue untuk menerima sebuah teori dasar tentang berciuman. hah?. iya ciuman, seperti tertulis disini ciuman dibibir adalah ciuman cinta. seperti saat Linguini mencium rekan kerjanya di film Ratatouille. cinta timbul disitu. nyata. mungkin hanya satu satunya jalan dimana manusia dapat merasakan cinta itu nyata. kayak di film 27 dresses dimana ada adegan ketika Jane finally mencium George, pria idamannya. dan baru ketawan kalo tidak ada cinta diantara mereka.
but love is a love. the path is too deep, kalo kata komputer gue. artinya, it is a basic feeling that a human being can feel. no fancy words, no fancy moment. when you feel it, you can actually feel it. seperti kupu-kupu. terbang didalam perut. you can either being sceptical or denial. your call.
Oh Lord, I'm in trouble.. aduh, gue ngomong apa sih. bundet. kenapa bisa jadi gini sih? *sigh*
p.s: Sayang, aku ngga tahan... akhirnya aku nonton juga yang Uber, dan kalah. ihik...
Comments
Post a Comment