scientia potentia est
Gua suka sekali nonton sinetron "The Crown" di Netflix. Sebuah serial yang menceritakan kehidupan ratu Inggris, dibawakan secara apik, kualitas produksian yang sangat detail, dengan sedikit deviasi cerita dengan realitanya. Alias, ditambahin sedikit bumbu biar spicy. Konon kabarnya sang Ratu sendiri pernah menonton serial ini, entah beliau suka atau tidak namun sampai hari ini belum ada nota keberatan dari istana Buckingham ke produser sinetron ini.
Ada satu episode yang sangat menarik di Season awal tahun 2016, judulnya Scientia Potentia Est- yang artinya "Knowledge is Power". Gue suka banget sama episode ini karena ceritanya sederhana, tapi dalem.
Dikisahkan bahwa keluarga kerajaan memiliki privilege sekolah khusus dengan kurikulum yang juga khusus. Dan khusus juga bagi inces Lilibeth cilik yang kelak menjadi pemegang tahta kerajaan terpanjang dalam sejarah, ia diberi porsi khusus pelajaran mengenai mahkota dan kekuasaan, dan digambarkan bahwa bagaimana incess cilik tidak diberikan pelajaran penting seperti matematika, science, filosofi karena sangat 'undignified'. Aku tidak menemukan padanan kata di bahasa Indonesia yang pas untuk 'undignified'.
Walter Bagehot, seorang penulis Inggris yang mempelajari beratus tahun sejarah politik Britania Raya yang ramai dengan berbagai kejayaan dan juga carut-marut penjajahan, pembantaian dan perbudakan, pada tahun 1867 menulis dalam buku "The English Constitution"..
"There are two branches of Constitution. The monarchy represents the “dignified” branch. The government—the elected element of cabinet, parliament, and civil services, represents the “efficient” branch. — The efficient has the power to make and execute policy and answerable to the electorate what touches all should be approved by all. The dignified gives significance and legitimacy to the efficient and answerable only to God. — Two institutions can only work when they trust each other. "
Sebagai orang awam dari Indonesia, agak sulit buat gua untuk memahami konsep monarki yang dianut bangsa Inggris. Karena gua lahir dari bangsa yang bangkit dari jajahan kolonialisme, dan mewariskan pengertian konsep monarki tradisional dari raja-raja terdahulu yang berkutat dari status kepemilikan tanah dan siapa yang memiliki kekuatan untuk memiliki tanah tersebut. Pengertian monarki yang dipahami bangsa Inggris adalah sebuat konstitusi yang dipimpin oleh dua cabang kekuasaan: Perdana Menteri dan kabinetnya yang dipilih oleh rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat, dan Kepala Kerajaan yang dipilih oleh Tuhan dan bertanggung jawab hanya kepada Tuhan.
Nah ceritanya bergulir ketika dunia masuk era perang dingin tahun 50-an, dimana Amerika, Inggris dan Rusia -- yang memenangkan perang dunia ke-2 -- berlomba paksa untuk mengembangkan teknologi perang agar saling unggul satu sama lain termasuk uji coba (dan berhasil) bom hidrogen, yang jauh lebih dahsyat dari bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki. Winston Churchill, perdana menteri Inggris ketika itu menyadari bahwa Inggris Raya harus segera menjalankan kerja sama senior yang intens dengan Amerika Serikat, agar secara militer keduanya tetap mengungguli kemampuan perang diatas peringkat Rusia.
Perlu diingat, kala itu Amerika Serikat masih berupa bangsa yang muda, yang hampir saja enggan bergabung dengan Perang Dunia, yang belum merasa memiliki kemampuan secara politik dan finansial untuk menjadi Global Power, sedangkan Inggris Raya adalah bangsa yang sudah tua, yang dulu pernah menjadi Global Power, namun perlahan menurun kemampuannya karena.. ya karena sudah tua. Winston berpendapat bahwa Amerika Serikat harus didorong semangatnya untuk setidaknya mengambil tongkat estafet kepemimpinan dunia dari Inggris Raya yang sudah sepuh.
Kok ya secara kebetulan, perdana menteri Winston kala itu memang sedang sakit sakitan dan bahkan terserang stroke ketika waktu sedang kritis-kritisnya kala itu, dan menteri paling senior tangan kanan Winston, Anthony Eden, juga jatuh pingsan karena sakit dan harus dioperasi medis saat berada di Amerika saat dikirim Winston mewakili dirinya disana. Hal ini kemudian disembunyikan dari Ratu Inggris, yang kemudian mengetahui cerita ini dari orang lain, dan menyadari betapa kritisnya kondisi pemerintahan yang dia pimpin. Cerita-pun ditutup oleh adegan Ratu Elizabeth II yang masih muda, harus 'menertibkan' bapak-bapak politikus yang lebih 'sepuh' dari dirinya dan ditegur seperti anak masih kecil. Ratu menekankan bahwa bukanlah cara kerja kabinet yang membuatnya kecewa, namun aksi menyembunyikan informasi yang menurutnya sama sekali tidak bermartabat, undignified.
Kepemimpinan, baik itu dalam kelompok, ataupun dalam skala bangsa yang lebih besar, memiliki dua unsur efficient dan dignified, yang bernilai setara satu sama lain. Pemimpin dituntut untuk selalu bergerak Efisien, dan disaat yang sama Bermartabat.
Martabat, ini yang menurut gue penting, tidak bisa dibeli dengan cara apapun namun hanya bisa didapat dengan perjuangan. Perjuangan dari dalam diri yang konsisten dari waktu ke waktu. Perjuangan yang mana di kebanyakan waktu, berlaku saat tidak ada orang yang melihat, tidak saat berada dibawah sorotan, saat semua yang mengetahui mau diajak hamin hamin :). Sekali dua kali tidak efisien masih dapat dimaklumi namanya juga belajar, namun sekali mencela martabat sulit untuk mendapatkan kepercayaan kembali.
Semoga bermanfaat!
Comments
Post a Comment